Pentingnya Cintai Diri Sendiri

Maraknya teori social judgment yang mulai benar-benar menjadi nyata di Indonesia membuat anak-anak, remaja hingga orang dewasa di Indonesia berusaha untuk menggapai latitude of acceptance / standar sosial yang diterima di masyarakat tertentu. Faktanya memang tak sedikit atau bahkan hampir semua masyarakat, terutama remaja perempuan berlomba-lomba memenuhi standar cantik dan tampan yang ada di Indonesia, kulit yang putih, mulus, tanpa bekas luka, tanpa jerawat, wajah yang diwajibkan cantik alami bukan sekedar cantik hanya karena make up saja. Bahkan tanpa memerdulikan fakta bahwa mayoritas masyarakat merupakan pemilik warna kulit sawo matang, tanpa memerdulikan fakta bahwa jerawat adalah bagian dari pubertas dan tanpa menyadari bahwa semua orang cantik dengan caranya masing-masing. Standar kecantikan yang tinggi di Indonesia membuat maraknya istilah “insecure” di kalangan remaja yang menjadi pertanda bahwa para remaja (terutama remaja perempuan) sangat sulit untuk memahami, menerima dan menyayangi diri sendiri apa adanya.

Lantas apa saja yang bisa masing-masing individu lakukan agar mereka bisa memahami, menerima dan menyayangi diri sendiri? Tentu saja banyak sekali hal yang bisa remaja terapkan. Menyayangi diri sendiri merupakan hal yang sangatlah penting. Hal itu juga merupakan wujud syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan manusia pada wujud sebaik-baiknya. Namun nyatanya, untuk menyayangi diri sendiri membutuhkan usaha ekstra. Hal yang pertama yang harus kita lakukan adalah menerima diri sendiri, baik dari kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita. Kita harus yakin bahwa setiap orang memiliki kelebihan yang berbeda. Dan setiap orang memiliki kekurangan, baik yang terlihat maupun yang tak ia sembunyikan. Bisa saja orang yang memiliki paras cantik jelita, yang kita anggap hidupnya pasti sangat mudah justru menghadapi kondisi keluarga yang sangat problematic. Karena itu, menerima diri sendiri merupakan akar dan awalan bagi diri untuk dapat memahami, menerima dan menyayangi diri sendiri.

Yang kedua yaitu berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Baik dari hal fisik, kepintaran, kekayaan, dan perbedaan lain yang bisa membuat diri sendiri iri hati saat orang lain memiliki kelebihan tersebut. Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan mengakibatkan hal negatif. Mulai dari hilangnya rasa percaya diri, mulai menilai orang lain dengan standar yang tak masuk akal, dan bisa jadi kita menjauhi orang yang menurut kita tak sesuai dengan standar yang kita buat. Selanjutnya yaitu kita harus berhenti untuk memenuhi standar orang lain. Mulai dari standar fisik, standar gaya berpakaian dan standar lainnya yang hanya akan membuat kita menjadi orang lain. Perlu kamu tanamkan ke diri kamu bahwa kamu itu cantik, kamu worth, kamu memiliki hak yang sama dengan manusia lain yang mungkin lebih kaya, lebih good looking dan lebih pintar dari kamu. Kamu hanya harus buang gengsimu, menjadi dirimu sendiri dan tak perlu mencoba untuk menjadi orang lain dengan memenuhi standar mereka yang tak masuk akal hanya agar diterima di pergaulan mereka. Kamu bisa mencari teman yang menerima dirimu apa adanya. Teman yang juga menerima dan menyayangi dirinya sendiri.

Kamu juga harus mulai bersikap bodoamat dengan pendapat dan kritik tak penting dari orang lain yang hanya menyakitimu saja. Mulai maafkan dirimu dengan segala penyesalan dan kesalahan yang kamu lakukan di masa lalu. Hidup di generasi millennial yang naasnya memang fisik lah yang dianggap hal paling penting, bersikap bodoamat memang sedikit diperlukan. Namun kamu harus bisa membedakan perbedaan antara kritik dari orang yang memang menyayangimu (bersifat membangun) atau kritik yang hanya bertujuan untuk menjatuhkanmu. Kamu tak boleh terlalu memikirkan stereotip akan dirimu. Terlalu memikirkannya hanya akan membuatmu membenci diri sendiri dan bahkan bisa mengarah ke hal yang lebih buruk lagi. Dan hal yang paling penting agar bisa memahami, menerima dan menyayangi diri sendiri adalah selalu bersyukur. Baik kepada tuhan yang menciptakanmu, orang tua yang melahirkan dan mengasuhmu hingga sekarang dan di masa yang akan datang, maupun teman-teman yang senantiasa menerimamu apa adanya.

(Penulis: Aisyatul Afifah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Kesehatan Mental Bagi Generasi Z